Minggu, 17 Juni 2012

PLASMA CPB UNTUK KALIAN RENUNGKAN

Mimpi P3UW Menyengsarakan Plasma

RAWAJITU TIMUR—Situasi dan kondisi di PT.Aruna Wijaya Sakti (AWS) semakin carut marut dan terus mencekam, sehingga kepastian usaha di eks pertambakan udang milik Gajah Tunggal Group itu, kian tak pasti. Ini adalah akibat dari ulah oknum anggota dan pengurus Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Pimpinan Nafian Faiz.
Memburuknya sikon di AWS adalah buah dari aksi premanisme yang dilakukan oleh oknum petambak plasma dan pengurus P3UW, yang terus menerus merongrong dan mengobok-obok kelangsuangan dan kelestarian usaha budidaya udang dengan pola kemitraan terbesar di Asia itu.

Saat ini di AWS sudah tidak ada lagi usaha budidaya udang yang diupayakan dengan pola kemitraan. Yang ada saat ini adalah kegiatan tebar mandiri udang windu (Penaeus monodon), penjarahan assets petambak plasma yang ditinggal mengungsi, serta penjarahan perumahan dan perkantoran yang terpaksa harus dikosongkan menyusul semakin memburuknya sikon di AWS.

Nasib petambak plasma kian terpuruk

Nasib 7.200-an petambak plasma AWS kini benar-benar terparuk. Bukan hanya udang sisa budidaya yang dimafaatkan atau dibeli dengan harga murah oleh oknum petambak plasma dan pengurus P3UW. “Tambak yang terpaksa saya tinggal mengungsi ke Tatakota telah dijarah dan kemudian ditebari udang windu oleh petambak plasma lain, tanpa pemberitahuan, permisi, pamit atau izin ke saya dulu,” ujar Petambak Plasma Kampung Bumi (Dipasena) Sentosa Blok 01-08-12 Mulyono, tanpa mampu menyembunyikan kegeraman dan kesedihannya.

P3UW Pimpinan Nafian Faiz terbukti hanya menebarkan kehancuran di Pertambakan Udang Bumi Dipasena, Rawajitu Timur, Tulang Bawang. Apa yang diklaimnya sebagai “perjuangan” untuk menyejahterakan anggota, ujung-ujungnya hanya menyengsarakan anggota dengan jalan membohongi anggota.

Bagaimana tidak disebut menyengsarakan anggota, lha wong petambak plasma dipaksa/diusir untuk meninggalkan Blok/Kampung dengan ancaman dan kekerasan. “Cara-cara mereka mengusir kami sungguh tidak berperikemanusian dan biadab seperti yang terjadi di zaman PKI dulu,” ujar Ibu Marlina dari Blok 15 Kampung Bumi Dipasena Abadi, yang dibenarkan Ibu Nurminarsih dari Blok 08 Kampung Bumi Dipasena Mulya.

Nurminarsih selanjutnya mengatakan, “Saya pernah pulang ke Blok/Kampung saya. Penampungan air kami sudah disobek-sobek, bahkan kami mendengar langsung banyak tambak yang masih ada udangnya disuruh dibuang, dan ada juga yang disuruh dimatikan dengan Ponfos. Selain itu saya dan anak saya juga diusir, dikejar-kejar dan dilempari batu,” kata Nurminarsih sambil menangis. Kini Marlina dan Nurminarsih berada di pengungsian khusus untuk petambak plasma di Tatakota dan bergabung bersama 370-an orang pengungsi lainnya.

P3UW sudah tidak aspiratif

Petambak Plasma Blok 14-05-07 Manila sebagai anggota P3UW sangat sedih dan kecewa berat dengan ulah dan tindakan oknum P3UW Pimpinan Nafian Faiz yang dinilainya sudah tidak aspiratif dan tidak popular.

Alih-alih mau mempertanggungjawabkan langkah dan tindakannya, oknum Pengurus P3UW dibantu para oknum anggota, Satuan Tugas (Satgas), Koordinator Infra/Badan Pengurus Infra (Korin/BPI) dan Badan Pengurus Pusat (BPP) malah melarang 3.000an orang anggotanya untuk pulang ke Blok/Kampung, bahkan mereka mengusir anggotanya dengan ancaman dan kekerasan, hanya karena petambak plasma sebagai anggota P3UW meminta pertanggungjawaban pengurus P3UW pada Sabtu-Munggu (07-08/05) di Kantor Sekertariat P3UW.

Selain terpaksa harus mengungsi, ada juga yang kemudian memilih eksodus—pulang kampung—untuk mengamankan anak-istri dan harta benda mereka. “Saya memilih memulangkan anak-istri ke Gaya Baru, Lampung Tengah, untuk kemudian saya pribadi masuk lagi ke lokasi,” ujar tokoh Petambak Plasma Kampung Bumi (Dipasena) Sentosa Waluyo, yang dibenarkan oleh Sekam Bumi (Dipasena) Sentosa Rusman Efendi.

Hanya menjual mimpi

Apa yang kini sedang “diperjuangkan” oleh oknum anggota dan pengurus P3UW tidak lebih dari menjual mimpi yang sulit sekali untuk bisa diwujudkan. “Saya prihatin sekali dengan situasi di AWS saat ini. Karena apa yang dikerjakan oleh oknum anggota dan pengurus P3UW adalah kegiatan yang kontraproduktif dan menyengsarakan anggota. Apa yang dijanjikan oleh mereka adalah sebuah kebohongan besar,” ujar Petambak Plasma Kampung Bumi Dipasena Makmur Blok 10-52-06 Bangsawan.

Sementara mantan Kepala Kampung Bumi Dipasena Makmur Saefudin menjelaskan, “Mereka sedang bermimpi yang lebih baik, ternyata mimpi itu di siang bolong. Makanya kita minta pertanggungjawab atas mimpi-mimpi itu. Karena mimpi-mimpi itulah yang dijual oleh Nafian Faiz dari kampung ke kampung,” tegas Saefudin.
Mimpi-mimpi itu kata mantan Kepala Kampung Bumi Dipasena Abadi Edi Sunaryo adalah: (1) dijamin listrik ke pertambakan tak akan padam, (2) adanya investor baru, dan (3) hutang bulanan plasma (HBP) Rp.3 juta/bulan/petambak plasma.

Nasib pengungsi

Hingga memasuki minggu keempat, nasib petambak plasma AWS yang mengungsi di Tatakota, Bumi Dipasena, semakin memprihatinkan. “Kami sudah kehabisan bekal,” ujar mantan Ketua Forum BPK Se-Bumi Dipasena Haryono, yang dibenarkan oleh sesama petambak plasma yang pengungsi, seperti Umar Royik, Syafrozi, Tugiyono alias Sanca, Ari Aripin, Riza Hardiansyah, Muksin, Jiman, Turamin dan yang lainnya.
Sayangnya sampai sejauh ini keberadaan pengungsi petambak plasma AWS tidak juga mengetuk hati dan menggetarkan perhatian pemerintah. “Jangankan Bupati Tulang Bawang, Camat Rawajitu Timur juga tak peduli kepada nasib kami yang mengungsi ini, padahal kami ini rakyat dan warga Kecamatan Rawajitu Timur lho,” ujar mantan Ketua LMPK Kampung Bumi Dipasena Mulia Wibowo Santoso.
Ketika dihubungi lewat ke ponsel maupun via es-em-es perihal adanya pengusiran dan eksodos petambak plasma AWS, Camat Rawajitu Timur Amad, M.Pd., tidak juga memberikan jawaban.

DMI : itu melanggar agama

Kekacauan dan kehancuran pertambakan udang AWS juga sangat diprihatinkan oleh Ketua Dewan Masjid Indonesia Rawajitu Timur Suraji. Dilihat dari sisi manapun tindakan oknum anggota dan pengurus P3UW tidak bisa dibenarkan, karena apa yang mereka lakukan benar-benar sudah melanggar aturan agama, pemerintah maupun undang-undang.
“Tindakan kawan-kawan oknum anggota dan pengurus P3UW sudah menyalahi norma hukum, sosial ataupun agama. Sayangnya siapapun tak bisa mencegahnya, termasuk pemerintah maupun petugas keamanan,” tegas Suraji.

“Terus terang saja kita takut sekali dengan adanya hukuman dari Allah, karena kita tuidak bisa menyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah,” ujar M.Ali seraya melanjutkan, “Kita ini berada di tepi pantai, kalau Allah marah dan menghukum kita dengan adzab-Nya yang datang dari laut. Maka dalam sekejap kita bisa lenyap. Seperti Nangroe Aceh Darussalam yang luluhlantak dalam sekejap diamuk tsunami,” papar Petambak Plasma Kampung Bumi Dipasena Jaya Blok 07-23-04 itu.

Berdampak ke karyawan

Dengan tidak beroperasinya AWS untuk sementara, juga merugikan karyawan. Tidak kurang dari 1.300 orang karyawan outsourcing dipekerjakan di pabrik pengolahan udang di PT.Centralpertiwi Bahari (CP Bahari) dan 3.000 orang yang lainnya terpaksa harus dirumhakan.

Sejumlah teknisi budidaya udang AWS dioptimalkan melalui mutasi permanen di PT.Wachyuni Mandira (WM) dan CP Bahari. “Karena di AWS sudah tidak ada lagi budidaya udang dengan pola kemitraan, sehingga teknisi budidaya yang ada kita optimalkan ke PT.Central Proteinaprima (CP Prima), yakni ke CP Bahari, WM atau ke tempat lain, berdasarkan permintaan dan kebutuhan,” tegas Kepala Sekertariat Divisi Aquaculture AWS T.H.E.Nugroho.

Bagaimana dengan 2.700-an karyawan tetap AWS lainnya? “Kita sedang mengumpulkan data untuk mengetahui berapa kebutuhan karyawan di setiap anak perusahaan CP Prima. Selanjutnya karyawan ini akan kita optimalkan melalui mutasi permanen, dan sisanya tetap standby di AWS sampai ada kebutuhan/permintaan lagi, atau ada keputusan lebih lanjut,” ujar Head of Human Capital AWS Ahmadi. (TAN, dari Pertambakan Udang Bumi Dipasena).


Pertambakan Udang Dipasena Itu…Kini Hancur Kembali…!!!
Buntut Aksi Premanisme P3UW

RAWAJITU TIMUR—Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Nafian Faiz alias Juragan, telah terbukti dengan syah terlibat dan menjadi otak unjukrasa petambak plasma yang berakhir anarkis di PT.Aruna Wijaya Sakti (AWS), 2 September 2010. Bahkan Nafian Faiz (NF) juga terbukti secara meyakinkan menjadi motor penggerak pengeluaran udang secara paksa pada orasi penyambutannya di Perempatan Tanggul Penangkis, setelah NF mendapatkan status Tahanan Kota. Atas kerja intelektual, keikutsertaan, andil dan ulahnya itu, Selasa, 28 Juni 2011, oleh Pengadilan Negeri Menggala NF divonis 2,5 tahun dan NF menyatakan banding.
Namun yang ingin dipaparkan di sini, adalah kehancuran di muka Bumi Dipasena, yang kini sudah merembet, menjalar dan merambah ke mana-mana. Kehancuran itu diawali dengan tidak beroperasinya AWS untuk sementara waktu, sehingga tidak kurang dari 7.200-an petambak plasma tidak lagi membudidayakan udang dengan pola usaha kemitraan. Kesempatan berlian bagi petambak plasma, karyawan dan pihak lainnya untuk meraih kemakmuran dan kesejehteraan dari membudidayakan udang melayang sia-sia.

Menyengsarakan Anggota

Karena murni bisnis dan tidak adanya budidaya udang pola usaha kemitraan, secara otomatis hutang bulanan plasma (HBP), sisa hasil usaha (SHU), persiapan tambak tebar dan tebarpun terhenti dengan sendirinya. “Dan yang paling kami rasakan adalah mati lampu, sehingga bila malam Bumi Dipasena dari Blok 00 sampai dengan Blok 15 gelap gulita. Semua ini adalah ulah premanisme oknum anggota dan pengurus P3UW, yang berdalih untuk memperjuangkan kesejahteraan anggota, akan tetapi faktanya malah menyengsarakan petambak plasma,” ujar mantan Kepala LMPK Bumi Dipasena Mulya Wibowo Santoso, yang dibenarkan mantan Koordinator Infra Badan Pengurus Infra Bumi Dipasena Makmur Juanto.


“Kalau benar P3UW ingin menyejahterakan anggotanya, keberhasilan petambak plasma dalam membudidayakan udang yang sudah terbukti itulah yang seharusnya didukung dan dilestarikan, karena kenyataannya petambak plasma yang sudah budidaya dengan intensif hasilnya sudah bisa dirasakan,” tegas mantan Koordinator Infra Badan Pengurus Infra Bumi Dipasena Sentosa Adi Santoso, yang dibenarkan Kakam Bumi Dipasena Sentosa Suyono. “Kemakmuran dan kesejahteraan itu kini musnah sudah, karena telah berganti dengan kesengsaraan dan penderitaan yang benar-benar memprihatinkan,” tegas Suyono.

Bumi Dipasena yang mulai memperlihatkan sinar terang keberhasilan dalam membudidayakan udang itu, kini kembali tidak kondusif, bahkan anak-anak sekolah/pelajar pun banyak yang memilih sekolah di luar Bumi Dipasena, karena tidak ada yang bisa memprediksi situasi AWS yang seperti ini akan berlangsung sampai kapan? “Yang penting dan utama buat kami sekarang ini adalah menyelematkan keluarga dan mengurus anak sekolah dulu,” papar mantan Sekam Bumi Dipasena Sentosa Rusman Efendi.

Terancam Terlantar

Puluhan ribu kolam udang kini kembali terlantar, bahkan sudah banyak yang mulai ditinggalkan petambak plasma dan mengarah kembali jadi hutan dan rawa. Budidaya udang dengan tebar mandiri yang digadang-gadang oleh P3UW, belum memperlihatkan keberhasilan, sementara investor baru yang sanggup memberikan HBP Rp.3 juta per bulan, sampai kini belum ada tanda-tandanya. Banyak petambak plasma yang mulai sadar bahwa itu adalah mimpi-mimpi indah yang sengaja dijual oknum anggota dan pengurus P3UW untuk melenakan petambak plasma. “Investor baru dengan kesanggupan memberikan HBP Rp.3 juta per bulan, tak lebih dari mimpi indah dan propaganda oknum anggota dan pengurus P3UW untuk menghancurkan AWS,” tegas mantan Kakam Bumi Dipasena Abadi Edi Sunaryo.

Bila kita melihat hamparan tambak dari sebuah ketinggian, atau dari jembatan yang membentang di atas kanal main outlet, kita tak akan lagi menemukan tarian air dari perputaran kincir yang gemulai menyuplai oksigen terlarut untuk udang. Aktifitas petambak plasma memberi pakan, sipon, budidaya, panen dan yang lainnya, sudah tidak lagi dikerjakan. AWS tampak begitu sepi, lengang, senyap, memprihatinkan dan menyedihkan, menyusul cerita tragis kelumpuhan dan kisah duka kehancurannya yang menguras air mata.

Karyawan Di-PHK

Apalagi sejak Jum’at-Sabtu (01-02/06/2011), pemikiran dan kecemasan yang sempat dilontarkan Zulkarnaen Harahap dari Human Capital PT.Central Proteinaprima (CP Prima), terkait dengan diberhentikannya operasional AWS untuk sementara waktu, potensial memberangus karyawan dan ternyata itu benar terjadi.
Dalam dua hari kemarin 1.684 karyawan di-PHK, sementara 747 karyawan lainnya telah dimutasi ke anak-anak perusahaan CP Prima. Duka dan kesedihan pun semakin melebar. “Ini adalah dampak lain dari berhentinya operasional AWS, akibat dari ulah premanisme oknum anggota dan pengurus P3UW,” kata Zulkarnaen, yang dibenarkan oleh Head of Human Capital Service-AWS Ahmadi.

Lumpuhkan Bisnis dan Perekonomian

Berhentinya operasional AWS untuk sementara juga membuat kegiatan ekonomi dan bisnis menjadi terganggu, bahkan lumpuh. Tidak usah jauh-jauh mencari contoh sampai ke pasar-pasar yang bertebaran di delapan kampung dalam Kecamatan Rawajitu Timur. Di Pasar Tatakota saja, kelumpuhan itu terlihat nyata. Mayoritas toko dan warung di Pasar Tatakota sudah tutup, dan yang masih bertahan juga sudah sepi dan banyak kehilangan pembeli. “Usaha dagang kami ini sekarang boleh dibilang hidup segan dan mati tak mau. Sekarang ini sungguh sepi. Setelah pabrik pengolahan udang tutup, serta karyawan outsourcing maupun karyawan tetap banyak yang dimutasi dan yang terbanyak di-PHK, AWS kian bertambah sepi. Padahal merekalah pembli dan pelanggan utama kami,” keluh Supri, salah seorang pedagang di sudut Tatakota.
Merambah Kampung Penyangga

Duka dan kelumpuhan AWS juga jauh menjangkau sejumlah kecamatan di Kabupaten Tulangbawang, yakni Kecamatan Rawajitu Selatan, Kecamatan Rawajitu Utara, Kecamatan Penawartama dan yang lainnya, karena omzet penjualannya terus menurun drastis. Contohnya di Pasar Gedung Karyajitu. “Pedagang di Pasar Gedung Karyajitu banyak yang mengeluh dengan turunnya omzet penjualan mereka akibat dari kemelut di AWS yang dimotori oleh oknum anggota dan pengurus P3UW,” aku Kakam Gedung Karyajitu Agus Nurohman.

Lebih lanjut Agus Nurohman menjelaskan, dengan AWS ditutup untuk waktu yang tak dapat dipastikan, jelas ini mempengaruhi kegiatan ekonomi dan bisnis di sejumlah kampung dan kecamatan penyangga. “Apakah ini juga dipikirkan oleh oknum anggota dan pengurus P3UW? Jelas tidak! Logika saya anggotanya saja dibuat sengsara, gimana oknum anggota dan pengurus P3UW mau memikirkan kesejahteraan dan kemakmuran warga kampung dan kecamatan penyangga?” demikian Agus Nurohaman.
Aksi premanisme oknum anggota dan pengurus P3UW yang baru-baru ini diperlihatkan adalah menarik uang sewa kepada petani penggarap lahan pertanian tumpang sari di lahan Infra Tatakota arah Tanah Merah yang digarap warga kampung penyangga.
Komplik Horizontal

Juanto melihat kini konflik di AWS sudah horizontal antar petambak plasma, sehingga orang lain yang tidak punya kepentingan dengan permasalahan dan kemelut di AWS dipastikan tidak akan bisa menyelesaikannya. Yang bisa menyelesaikannya adalah petambak plasma AWS sendiri. “Caranya bukan dengan bersikap diam, takut, pasrah atau pulang kampung untuk sementara, akan tetapi berhentilah bermimpi manis sebelum tidur di siang bolong, gunakan logika dan pakailah akal sehat dengan minta pertanggungjawaban atas janji-janji manis anggota dan pengurus P3UW,” kata Juanto.
Kini AWS sudah lumpuh, bahkan hancur. “Sementara solusi yang ditawarkan oknum pengurus P3UW satu pun belum ada. Contohnya tindak lanjut setelah AWS lumpuh dan hancur belum ada, dan ketika perihal itu ditanyakan, jawaban pengurus P3UW adalah ‘kita tunggu keputusan pemerintah’. Pertanyaan kami keputusan pemerintah yang mana yang ditunggu, orang pemerintah sendiri sudah bilang tak ada investor yang dipastikan tertarik dengan AWS, apalagi AWS masih punya CP Prima,” urai Juanto.
Tampaknya upaya-upaya yang dilakukan oleh oknum pengurus P3UW itu adalah usaha membela diri untuk pembenaran dengan menebar fitnah guna meraih simpati anggota. “Misalnya untuk petambak plasma yang tak sehaluan dan kini mengungsi dibilang mendapat fasilitas dari Inti/Perusahaan dalam jumlah besar, dan itu sesungguhnya tidak benar. Yang benar fitnah itu dihembuskan untuk menciptakan kebencian kepada kami,” demikian Juanto. (TAN, dari Kawasan Pertambakan Udang Bumi Dipasena).

pertambakan-udang-dipasena-itukini-hancur-kembali

Karean Ulah P3UW: Sinar Terang di AWS Redup Kembali
RAWAJITU TIMUR—Semenjak Dipasena Group diambilalih dari PT.Perusahaan Pengelola Asset (Persero) oleh Neptune Consortium (NC) dengan motor utama penggeraknya PT.Central Proteinaprima (CP Prima), langsung dilakukan revitalisasi di semua lini, tidak terkecuali tambak udang PT.Dipasena Citra Darmaja (DCD), yang kemudian dalam perjalanannya berganti nama menjadi PT.Aruna Wijaya Sakti (AWS).

Dipasena Group diantaranya terdiri dari tambak udang DCD, tambak udang PT.Wachyuni Mandira (WM), pabrik pakan PT.Bestari Indoprima (BIP), maskapai pelayaran PT.Mesuji Pratama Line (MPL), balai benur PT.Birulaut Khatulistiwa (BLK) dan balai benur PT.Triwindu Graha Manunggal (TWM).

Revitalisasi yang dimaksud oleh CP Prima, adalah mengoperasikan tambak udang AWS yang tadinya terbengkalai (bongkor) menjadi produktif kembali dengan standard layak budidaya. Sementara petambak plasma—utamanya yang digembar-gemborkan oknum anggota dan pengurus Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Pimpinan Nafian Faiz—mendefinisikannya berbeda. Yang dimaksud dengan revitalisasi versi mereka adalah perbaikan tambak dengan infrastruktur pendukungnya secara total.

Dirongrong aksi premanisme

Sayangnya usaha menghidupkan kembali Kerajaan Tulang Bawang melalui industri budidaya udang terpadu yang ramah lingkungan ini, terus diganggu dan dirongrong oleh aksi premanisme oknum anggota dan pengurus P3UW Pimpinan Nafian Faiz dengan dalih perjuangan untuk menyejahterakan anggota.

Bagaimana kini hasil perjuangan oknum anggota dan pengurus P3UW itu? “Semenjak Nafian Faiz memimpin P3UW kami sebagai anggota belum merasakan hasil dan manfaatnya. Yang ada malah menyengsarakan anggota. Karena sejak kami minta pertanggungjawab Nafian Faiz pada 7-8 Mei 2011 di Kantor P3UW, kami malah diusir dengan ancaman dan kekerasan dari Blok/Kampung kami, yang membuat kami akhirnya jadi pengungsi,” tegas mantan Koordinator BPK se-Bumi Dipasena Haryono. Lebih lanjut Haryono menjelaskan, “Jangankan menyejahterakan anggota, menyalurkan aspirasi sebagai mana diatur dalam AD/ART perhimpunan pun sudah tidak bisa. Yang ada kami harus menjalankan instruksi dari oknum pengurus P3UW.”

Jalannya roda P3UW kini diakui anggota sudah menyimpang jauh dari Visi, Misi dan AD/ART perhimpunan, sehingga P3UW mutlak harus dikembalikan kepada posisi semula. “Citra P3UW semakin tidak popular di mata petambak plasma sebagai anggotanya, karena dirusak oleh oknum anggota dan diselewengkan oleh pengurus melalui manuvernya dengan terus menerus mengobok-obok AWS melalui aksi premanisme dan pelarangan tebar benur, yang akibatnya budidaya udang dengan pola kemitraan tidak berjalan sebagai mana diatur dalam Perjanjian Kerjasama (PKS),” kata mantan Koordinator Infra Badan Perwakilan Infra P3UW Kampung Bumi (Dipasena) Sentosa Adi “Wongso” Santoso.

Aksi: menagih janji

“Kami tidak bermaksud membubarkan P3UW. Yang kami minta adalah pertangungjawaban Nafian Faiz sebagai Ketua P3UW yang dari kampung ke kampung mengumbar janji-janji manis, yakni : (1) menjamin tidak akan terjadi pemadaman listrik, (2) adanya investor baru, dan (3) hutang bulanan plasma (HBP) Rp.3 juta/bulan/petambak plasma,” ujar mantan Ketua LMPK Kampung Bumi Dipasena Mulya Wibowo Santoso, yang dibenarkan oleh mantan Kepala Kampung Bumi Dipasena Makmur Saefudin.
Bagaimana realisasi atas tiga butir janji manis tersebut? “Hasilnya nol besar. Karena yang terjadi sejak 07 Mei 2011 sampai hari ini, Jum’at (03/06) listrik ke Blok/Kampung mati dan belum pasti kapan akan bisa hidup lagi. Investor baru yang dijanjikan juga belum kelihatan batang hidungnya. Sedangkan HBP Rp.3 juta/bulan/petambak plasma hanyalah wacana kosong. Jadi kesimpulannya semua itu tidak lebih dari mimpi-mimpi manis di siang bolong yang sangat jauh panggang dari api untuk dapat diwujudkan,” tambah Wibowo.

Justru yang ada sekarang adalah serentetan kekacauan di muka Bumi Dipasena, yang disertai dengan pengusiran dengan ancaman dan kekerasan, serta penjarahan dan kesengsaraan. Sampai tulisan ini dirilis, Jum’at (03/06), 370 orang mengungsi ke Tatakota dari Blok/Kampung yang bertahun-tahun ditempati mereka seraya membudidayakan udang dengan pola kemitraan. Adapun petambak plasma yang eksodus mendekati 100 KK.

Inilah yang sudah dihasilkan oleh P3UW Pimpinan Nafian Faiz, yang kini sedang dalam proses pengadilan atas ulahnya yang diduga kuat mendalangi aksi unjukrasa 02 September 2010 untuk membebaskan elit Badan Pengurus Pusat P3UW Agus Setiono alias Timbul yang kedapatan menggelapkan udang 1 ton.
Unjukrasa tak berizin itu berakhir dengan anarkis: penjarahan, pengrusakan, penganiayaan, pembakaran dan penghentian kerja. Unjukrasa ini meninggalkan jejak traumatis tidak hanya untuk karyawan, akan tetapi bagi petambak plasma yang tetap ingin berbudidaya udang putih (L.vannamei) dengan pola kemitraan dengan payung PKS, di mana PKS-nya sudah disepakati bersama oleh masing-masing Petambak Plasma dengan Inti/Perusahaan, serta diketahui oleh Pemerintah.

AWS tidak beroperasi sementara

Tidak beroperasinya AWS untuk sementara waktu adalah langkah tegas Perusahaan/Inti guna menyikapi aksi premanisme oknum anggota dan pengurus P3UW yang menghalangi-halangi Inti/Perusahaan untuk tebar guna lestarinya usaha budidaya udang dengan pola kemitraan. Penghalangan itu dilakukan dengan ronda di ujung jalur oleh oknum petambak plasma dan pengurus P3UW, khususnya di tambak yang sudah siap untuk tebar. Pelarangan ini dilakukan dengan ancaman, kekerasan dan pengusiran, sehingga benur yang sudah siap ditebar terpaksa harus dibuang.

Karena aksi premanisme ini berlangsung terus menerus, dampaknya tambak yang beroperasi dengan pola kemitraan jumlahnya menjadi sangat terbatas—hanya 1.270 tambak dari 16 Blok yang ada, dan itupun diupayakan dengan bujuk rayu. Sementara tebar mandiri dengan udang windu (P.monodon) malah difasilitasi oleh oknum anggota dan pengurus P3UW, yang jumlahnya mencapai lebih dari 1.500 tambak. Klimaksnya pada 7 Mei 2011, Manajemen AWS dengan tegas menentukan sikap dengan menghentikan pasokan listrik ke wilayah pertambakan, karena secara bisnis sikon di AWS terus memburuk dan tidak baik untuk berusaha/berinvestasi. Efek dari mati listrik jelas sekali kegiatan budidaya jadi terhenti total.
Akibat dari berhenti beroperasinya AWS untuk sementara, juga berdampak terhadap penundaan pembayaran HBP, penundaan pembayarah sisa hasil usaha (SHU), penundaan tebar dan penundaan persiapan tebar. “Untuk apa usaha kemitraan dalam membudidayakan udang ini diteruskan, kalau Inti/Perusahaan tidak mendapatkan seekor udangpun dari tambak untuk diolah di pabrik pengolahan udang,” papar Kepala Divisi Komunikasi AWS Tarpin A.Nasri. “Ini murni bisnis dan langkah tersebut juga untuk menekan kerugian Inti/Perusahaan yang per bulannya mencapai Rp.45 Miliar,” lanjut Tarpin.

Sinar terang redup kembali

Terkait dengan sinar terang keberhasilan di AWS yang redup kembali, mantan Kepala Kampung Bumi (Dipasena) Sentosa memberikan kesaksian. “Semenjak DCD beroperasi di bawah Gajah Tunggal Group, dipinang Recapital Advisor (RCA), dan terakhir diambil alih oleh NC melalui CP Prima, hanya AWS yang terbukti bisa memberikan kesejahteraan buat petambak plasma dari keberhasilan kita membudidayakan udang,” ujar Suyono.

Apa yang dikatakan oleh Suyono dibenarkan oleh mantan Koordinator Infra Badan Perwakilan Infta Kampung Bumi (Dipasena) Sentosa Adi “Wongso” Santoso. “Setelah AWS direvitalisasi dan kemudian kami berbudidaya udang vannamei dengan pola kemitraan, tidak kurang dari 80% petambak plasma Kampung Bumi (Dipasena) Sentoso berhasil memperoleh sisa hasil usaha (SHU) yang baik. Saya pribadi pada panen siklus pertama mendapat SHU Rp.54 juta, SHU siklus kedua Rp.37 juta dan SHU siklus ketiga Rp.101 juta, dan ini bukanlah sukses atau keberhasilan yang terbaik. Karena teman saya, Istoyo, malah mendapatkan SHU yang jauh lebih baik dari saya,” lanjut Adi.
Bagaimana dengan budidaya siklus berikutnya? “Pada siklus berikutnya kami dibuat gigit jari dan terpaksa mengungsi karena kami tidak sehaluan dengan oknum petambak plasma dan pengurus P3UW yang melakukan aksi premanisme untuk mencapai tujuan individu maupun kelompok yang diprakarsai oleh Nafian Faiz, Thowilun M.Abror, Sukri J.Bintoro, Abdu Syukur dan para kaki tangannya,” demikian Adi.
Mantan Ketua LMPK Kampung Bumi Dipasena Mulya Wibowo Santoso juga memberikan kesaksian atas keberhasilan AWS menyejahterakan petambak plasmanya dari budidaya udang. “Setelah tambak di Kampung Bumi Dipasena Mulya berbudidaya udang dengan ikan, yang diberi nama Polyculture, tidak kurang dari 85% petambak di sana memetik keberhasilan dalam berbudidaya, dan saya sendiri mendapatkan SHU Rp.24 juta,” tegas Wobowo.

Kini sinar terang keberhasilan budidaya udang di AWS itu redup kembali, karena sikon di AWS benar-benar tidak kondusif. Kalau malam kawasan pertambakan gelap gulita, dan bila siang tidak memperlihatkan aktifitas budidaya sebagaimana lazimnya. AWS kini kembali terpuruk menjadi kawasan yang tidak produktif.
Inilah prestasi yang sudah ditorehkan oleh oknum anggota dan pengurus P3UW di Pertambakan Udang Bumi Dipasena sebagaimana dipaparkan oleh Suyono, yang dilengserkan sebagai Kepala Kampung Bumi (Dipasena) Sentosa bersama A.Rosyid (Kepala Kampung Bumi Dipasena Mulya), Saefudin (Kepala Kampung Bumi Dipasena Makmur), Usman Tholid (Kepala Kampung Bumi Dipasena Sejahtera), Edi Sunaryo (Kepala Kampung Bumi Dipasena Abadi) dan Ferli Gandhi (Kepala Kampung Bumi Dipasena Jaya). “Saat ini P3UW Pimpinan Nafian Faiz dan Thowilun M.Abror telah menghancurkan masa depan plasma dan keluarganya. Terbukti kini sudah terjadi pengusiran atas petambak plasma dengan kekerasan dan ancaman, sehinga petambak plasma AWS yang notabene anggota setia P3UW harus mengungsi dan pulang kampung. Anak-anak sekolah juga terancam untuk pindah sekolah dari Bumi Dipasena. Dan yang paling fatal adalah telah terjadi kesenjangan sosial yang luar biasa dan kesulitan ekonomi yang sangat parah bagi para petambak plasma,” demikian Suyono.

“Saya menghimbau kepada saudara-saudara petambak plasma yang masih tinggal di Blok/Kampung dan yang masih tetap ingin bermitra dengan Inti/Perusahaan, agar sadar bahwa selama ini kita telah dibohongi dengan janji-janji yang mustahil dapat diwujudkan oleh oknum anggota dan pengurus P3UW Pimpinan Nafian Faiz,” ujar Petambak Plasma Blok 15 Kampung Bumi Dipasena Abadi Turamin. (TAN, dari Kawasan Tambak Udang Bumi Dipasena).

http://politik.kompasiana.com

4 komentar:

CPB mengatakan...

Update terus mbah beritanya, biar saya selalu tau perkembangan CPB dan sekitarnya....sukses selalu, salam kagem keluarga di kotabumi.

CPB mengatakan...

Update terus infonya mbah...biar saya juga bisa mengikuti.....sukses selalu, salam kagem keluarga di Kotabumi.

Damarlestari mengatakan...

Jangan merusak apa yang kau miliki sekarang dengan mengejar sesuatu yang tidak mungkin kau miliki. Sebab, apa
yang ada padamu saat ini bisa jadi merupakan salah satu dari banyak hal yang paling kau impikan.

hendriansyahdahlan@gmail.com mengatakan...

Boss, bagaimana sekarang? Menurut saya janji dr sang Juragan terbukti..