Minggu, 16 Januari 2011

Berantas Kejahatan CP Prima, Bebaskan Petambak!!

Petisi Bersama:

Yth. Rekan-rekan,
di tempat.

Menyikapi persoalan berkepanjangan dugaan pelanggaran HAM dan pengrusakan lingkungan yang dilakukan CP Prima, dengan ini kami sampaikan keprihatinan mendalam atas semakin kaburnya sendi–sendi Negara Hukum di Republik Indonesia akibat permasalahan tersebut.

Memperhatikan:

CP Prima adalah anak usaha Charoen Pokphand (CP Group), sebuah korporasi agribisnis asal negeri Thailand. Melalui tiga pertambakan udang di Indonesia, yakni Central Pertiwi Bahari (CPB), Wahyuni Mandiri (WM) dan Aruna Wijaya Sakti (AWS) / eks Dipasena, yang berlokasi di Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan; CP Prima menguasai produksi udang domestik. Pada tahun 2008, perusahaan mengekspor 409.590 ton udang atau 23,27 persen dari produksi udang budidaya nasional. Atas monopoli produksi benih, udang, pakan, antibiotik hingga pemasaran, di Asia, Eropa, AS, CP Prima menjadi eksportir besar di dunia (CP Prima. 2009: 2).

Pertambakan AWS atau eks Dipasena luasnya mencapai 16.000 ha atau 16 blok (mencakup di antaranya 36.132.000 m2 adalah tanah bersertifikat hak milik petambak). Sejak memenangkan tender atas pertambakan pada tahun 2007, CP Prima mengambil alih pertambakan dengan hanya membayar Rp688 milyar kepada pemerintah, dari banderol Rp2,388 trilyun. Sesuai dengan komitmen perusahaan, sisanya Rp 1,7 triliun, dibayar dalam bentuk rekening penampungan untuk revitalisasi.

Menimbang:

AWS/ CP Prima tidak memenuhi kewajiban revitalisasi. Prosesnya mencakup kegiatan perbaikan tambak, saluran air, penyediaan sarana teknis, guna menjamin petambak bisa kembali produksi. Komitmen awal penyelesaian revitalisasi adalah 18 bulan. Namun, hingga 41 bulan (Juni 2007- Oktober 2010) revitalisasi baru dilakukan di 5 blok, dengan kondisi sarana listrik, pengolahan air (tandon) dan lainnya tidak memadai. Petambak masih harus menanggung biaya perbaikan sarana, termasuk harga pakan dan benih yang makin mahal.

Revitalisasi tertunda di 11 blok tambak, yang kini kondisinya terbengkalai, berupa tanah jenuh penuh ilalang. Beberapa petambak terpaksa memakai modal pribadi guna perbaikan tambak. Oleh karenanya, dana revitalisasi sekitar Rp1,7 trilyun belum jelas sasaran penggunaannya, dan perlu diusut.

AWS/ CP Prima kerap memberi harga rendah untuk udang petambak, jauh lebih rendah
dari harga yang berlaku di pasar lokal. Di 5 blok tambak pasca revitalisasi, dengan produksi rata-rata 2,5 - 4 ton tiap panen, kerugian mencapai Rp 25-40 juta per petambak.

Jumlah utang petambak akan terus bertambah. Setiap petambak AWS terjerat utang berkisar antara Rp 150 juta hingga Rp 200 juta per kepala. Sebagian utang itu merupakan warisan pengusaha Syamsul Nursalim. Setelah desakan berulangkali, petambak menanggung utang setidaknya Rp 20 juta, ditambah Rp125 juta utang modal ke Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Niaga Syariah dan utang yang terus bertambah setiap bulan kepada AWS sebesar Rp 900 ribu per bulan, sejak program revitalisasi digulirkan.

Aksi protes petambak (2/9/ 2010), merupakan akumulasi kekecewaan umumnya petambak kepada AWS/CP Prima. Sehingga tuduhan perusahaan, bahwa Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) yang menyiapkan unjuk rasa tersebut secara khusus adalah tidak benar.

Proses kriminalisasi terhadap Nafian Faiz dan pengurus P3UW lainnya adalah upaya pembungkaman terhadap P3UW yang selama ini memperjuangkan hak-hak petambak. Ketua Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) Nafian Faiz dan tiga pengurus P3UW yakni Anul Muklis, Sigit Winardi, dan Abdurrahman hingga saat ini masih ditahan di Kepolisian Daerah Lampung. Pada hari Rabu (29/9/2010), sekitar pukul 04.30 WIB di Pelabuhan Bakauheni, Lampung, Pak Nafian bersama seorang pengacara dan aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dicegat oleh aparat polisi berpakaian preman di atas kapal. Tanpa surat penangkapan, Pak Nafian diminta mendatangi Kantor Polisi Pengamanan Pelabuhan (KP3) Bakauheni. Penangkapan dikaitkan dengan aksi pengrusakan aset-aset AWS/ CP Prima di Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang. (Keterangan: ketika aksi massa terjadi (2/92010), Pak Nafian tidak berada di lokasi kejadian. Pada tanggal 2 September 2010, Pkl 11.00 WIB, ia sedang i’tikaf di masjid dekat rumahnya.


Bersama Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW), kami mendesak Pemerintah Indonesia serta seluruh elemen untuk mengambil tindakan tegas, luar biasa, dan berani, sebagai berikut:

i. Pemerintah segera menuntut dan memastikan bahwa CP Prima melaksanakan revitalisasi, dan menegosiasikan skema pembayaran utang dari tender pada tahun 2007. Jika CP Prima tidak menyanggupi, maka Pemerintah harus memastikan pertanggungjawaban CP Prima dengan mempailitkan dan secepatnya melelang aset-asetnya untuk pelunasan hutang.

ii. Apabila kewajiban revitalisasi tidak dipenuhi, Pemerintah harus memastikan pemutusan Perjanjian Kerjasama (PKS 2007) untuk menjadikan petambak mandiri, seperti yang pernah dirasakan saat periode pemerintahan Gus Dur.

iii. Pemerintah memastikan bahwa hutang yang ditanggung oleh petambak di BNI, BRI, Bank Niaga Syariah merupakan tanggung jawab bersama yang harus dibayar oleh CP Prima dan pemerintah, karena kedua pihak bertanggung jawab atas tidak terlaksananya kewajiban CP Prima menjalankan revitalisasi, serta ketidakmampuan pemerintah menagih CP Prima menjalankan kewajibannya.

iv. Segera memastikan proses peradilan yang adil, transparan dan tidak memihak atas Nafian Faiz dan petambak lainnya yang telah dikriminalisasi. Jika memang tidak terdapat fakta/ bukti yang cukup dan sah secara hukum atas kesalahan yang dituduhkan, mereka harus segera dibebaskan.

v. Khusus kepada DPR RI, agar secepatnya melaksanakan fungsi kontrol atas kemelut penegakan hukum yang dihadapi petambak, hingga mendorong Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengusut tuntas pelbagai pelanggaran HAM yang terjadi, tak terkecuali dugaan penyalahgunaan dana revitalisasi.

vi. Khusus kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP – RI) harus proaktif memberi informasi secara transparan, terkait jaminan perlindungan terhadap petambak dan standar harga udang nasional.

Beri dukungan anda untuk menghentikan lingkaran eksploitatif industri udang CP Prima, yang telah meluluh-lantakkan kehidupan keluarga petambak, termasuk istri dan anak-anak. Harap mencantumkan nama, lembaga, negara asal lembaga, dan sertakan ke halaman petisi. Kirim kembali kepada Tim Advokasi Petambak Plasma Dipasena, melalui email: kiara@kiara.or.id.

Respon dan dukungan anda dinantikan hingga 23 November 2010. Salin dan sebarkan informasi petisi seluas mungkin.

Terimakasih sangat atas perhatian dan kerjasamanya.

Jakarta, 16 November 2010

Hormat kami,

1) Abdul Syukur, Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW), Indonesia
2) Syukri J. Bintoro, Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW), Indonesia
3) M. Riza Damanik, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Indonesia
4) M. Teguh Surya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Indonesia
5) Oslan Purba, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia
6) Mukri Friatna, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Indonesia
7) Thowilun, Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW), Indonesia
8) Mida Saragih, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Indonesia
9) Mae Ocampo, Friends of the Earth Asia Pacific
10) Dedy Ramanta, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Indonesia
11) Selamet Daroyni, Institut Hijau Indonesia, Indonesia
12) Eri Andriana, Perkumpulan Rumah Perempuan Jember Jawa Timur, Indonesia
13) Muhammad Reza, KruHA, Indonesia
14) Budi Laksana, Serikat Nelayan Indonesia, Indonesia
15) Tejo Wahyu Jatmiko, Perkumpulan Indonesia Berseru Jakarta, Indonesia
16) Ilham Jaya, Pokja Pesisir-Nelayan Balikpapan, Indonesia
17) Sutrisno, Sarekat Nelayan Sumatera Utara, Indonesia
18) Iin Rohimin, Koalisi Masyarakat Pesisir Indramayu (KOMPI) Jawa Barat, Indonesia
19) Tajruddin Hasibuan, Presidium KNTI region Sumater Utara, Indonesia
20) L.Tampubolon, Federasi Sarekat Nelayan Nusantara, Indonesia
21) Anwar Maruf,Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Indonesia
22) Rendro Prayogo , Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Indonesia
23) Hartono, Komunitas Nelayan Rajungan Kalibaru (KNRK) Cilincing, Indonesia
24) Suhana, Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM), Indonesia
25) Muhammad Karim, Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim (PK2PM), Indonesia
26) Siti Maimunah, Tim Kerja Perempuan dan Tambang (TKPT), Indonesia
27) Rustan, Sarekat Nelayan Kecil (SNK), Indonesia
28) Idham Arsyad, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Indonesia
29) Arman Manila, Jaringan Pengembangan Kapasitas Pesisir, Indonesia
30) Bambang Catur, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Indonesia
31) Moh. Djauhari, Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK) Bogor, Indonesia
32) Ririn Sefsani, Democratic Governance and Social Justice, Indonesia
33) Abdi Hayat, Perkumpulan Sekolah Rakyat Butuni (Serabut), Indonesia
34) Miftahuddin, Sentral Lampung, Indonesia
35) Andreas Iswinarto, PP Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Indonesia
36) Berry Nahdian Furqon, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Indonesia
37) Hariansyah Usman, Walhi Riau, Indonesia
38) Koesnadi Wirasapoetra, Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Indonesia
39) Sugeng Nugroho, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Indonesia
40) Dani Setiawan, Koalisi Anti Utang (KAU), Indonesia
41) Khalid Saifullah, Walhi Sumatera Barat, Indonesia
42) Arif Munandar, Walhi Jambi, Indonesia
43) Yani Sagarao, Walhi, Indonesia
44) Siti Rahma Maryherwati, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Indonesia
45) Karman, Layar Nusantara, Indonesia
46) Hartono, Walhi Sulawesi Tenggara, Indonesia
47) Perkumpulan KELOLA Manado, Indonesia
48) Asosiasi Nelayan Tradisional (ANTRA) Sulawesi Utara, Indonesia
49) Andiko, Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), Indonesia
50) Maurizio Farhan, Forest Peoples Programme (FPP), United Kingdom
51) Norman Jiwan, Sawit Watch, Indonesia
52) Syahrul Isman Sagala, Walhi Sumatera Utara, Indonesia
53) Kertaning Tyas, Jurnalism Citizen Sumatera Selatan, Indonesia
54) Ode Rakhman, Walhi Sulawesi Utara, Indonesia
55) Deddy Ratih, Walhi, Indonesia
56) Sindu Dwi Hartanto, Milister Illegal Fishing, Indonesia
57) Chalid Muhammad, Institut Hijau Indonesia,Indonesia
58) Aftrinal Sya’af Lubis, SHK-Rawa Gambut, Indonesia
59) Jufriansyah - Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (STABIL), Balikpapan, Indonesia
60) Rizki Anggriana Arimbi, Walhi Sulut, Indonesia
61) Rivani Noor, Cappa Jambi, Indonesia
62) Paguyuban Nelayan Lestari, Jawa Tengah - Indonesia
63) Kelompok Nelayan Cantrang, Jawa Tengah - Indonesia
64) Kelompok Nelayan Ampera, Jawa Tengah – Indonesia
65) M. Zulficar Mochtar, Destructive Fishing Watch (DFW), Indonesia
66) Agung Wardana, Individu, Nottingham, UK
67) Dyah Paramita, ICEL, Indonesia
68) Ismet Soelaiman, Walhi Malut, Indonesia
69) Mangrove Action Project (MAP), USA
70) Yayasan Bahtera Nusantara-Bali, Indonesia
71) TM Zulfikar, Walhi Aceh, Indonesia
72) Khalisah Khalid, Biro Politik dan Ekonomi SHI, Indonesia
73) Arif Fiyanto, Greenpeace Asia Tenggara
74) Isal Wardhana, Walhi Kaltim, Indonesia
75) Guswarman, Perkumpulan Kampung Lampung, Indonesia
76) Ronald M Siahaan, Rattan Monitoring Unit – KpSHK, Indonesia
77) Tambuyog Development Center (TDC), Philippines
78) Dewi W. Hartanti, Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Indonesia
79) Herjuno Ndaru, Institute of Global Justice (IGJ), Indonesia
80) Nina Dwisasanti, concerned individual, Jakarta, Indonesia
81) Luluk Uliyah, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Indonesia
82) Anwar Sadat, Walhi Sumsel, Indonesia
83) Mauliddin, Orpala KADIPA Kalimantan Selatan, Indonesia
84) Natasha Ahmad, Asia Solidarity Against Industrial Aquaculture (ASIA), Bangladesh
85) Khushi Kabir, Nijera Kori, Bangladesh
86) Arifsyah M. Nasution, Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (Jaringan KuALA), Aceh, Indonesia
87) Basir Daud, Alumni Jurusan Ilmu Kelautan Unhas, Indonesia
88) Leonardo Marbun, P3MN Sumut, Indonesia
89) Rizalito R. Lopez, Center for Advancement of Community Property Rights, Inc., Philippines
90) Edy Subahani, Kelompok Kerja Sistem Hutan Kerakyatan [Pokker SHK], Indonesia
91) Gunawan, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Indonesia
92) Abetnego Tarigan, Sawit Watch, Indonesia
93) Patilda, Sawit Watch, Indonesia
94) Kasmita Widodo, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Indonesia
95) Ari Munir, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Indonesia
96) Indra Firsda, LBH Lampung, Indonesia
97) Hendrawan, Walhi Lampung, Indonesia
98) Hermansyah, PILAR, Indonesia
99) Catur, WANACALA, Indonesia
100) Bejok Dewangga, WANACALA, Indonesia
101) Muh Nur, Pengacara Publik, Indonesia
102) Pisit Charnsnoh, Yadfon Foundation, Thailand
103) Raflis, Transparency International Indonesia (TII), Indonesia
104) Indah Suksmaningsih, Institute of Global Justice (IGJ), Indonesia
105) Jorge Varela Márquez, CODDEFFAGOLF, Honduras

Sumber http://kiara.or.id

Tidak ada komentar: